Beras yang kami pakai adalah beras hasil panen sendiri tiap 3,5 bulan varietas hibrida ciherang. Dengan tidak membeli beras, tentu efisiensi biaya produksi. Saat ini kami mengelola 2.000 M2 lahan sawah. Kalau stok beras kami habis, kami bisa membeli beras dengan harga murah di tingkat petani. Faktanya, 90 % saudara saya adalah petani dengan luas sawah hektaran di Gunungkidul.
Penggunaan kayu bakar (anti meledak) untuk memasak. Kayu bakar tersebut berasal dari hasil perempelan cabang dan ranting pohon (bukan menebang pohon). Tentunya efisiensi biaya produksi. Kayu bakar juga sudah dikeringkan, sehingga asap yang dihasilkan hanya sedikit dan tipis.
Membeli bahan baku langsung di tingkat petani Gunungkidul. Harga bahan baku di Gunungkidul yang murah bukan disebabkan karena kualitasnya yang buruk, tetapi karena kurangnya pemahaman petani mengenai fluktuasi harga pasar sehingga harga bahan baku menjadi rendah. Kalau untuk kualitas ‘oke punya’.
Kreatif dalam menekan biaya produksi. Untuk lauk ayam, kita beli ayam hidup kemudian disembelih sendiri. Bila ada pesanan daging sapi rendang dalam jumlah banyak, tentu kami lebih memilih untuk membeli sapi hidup, kemudian disembelih sendiri. Dengan cara itu, kami bisa lebih menghemat biaya produksi. Untuk lauk ikan tawar, kami langsung hunting ke waduk wonogiri sentra budidaya ikan tawar, pantai ngerenehan atau pantai sadeng untuk ikan lautnya.
Kami bisa jual murah karena kami bisa mengakali biaya-biaya produksi dengan langkah positif. Kalau kata Deddy Mizwar, murah itu boleh, asal jangan murahan..
